Jakarta – Bursa pelatih kepala Timnas Indonesia kembali menghangat menyusul mundurnya Patrick Kluivert. Di tengah desakan masif dari publik dan rumor adanya anggota Exco PSSI yang mendukung, nama Shin Tae-yong (STY) muncul kembali sebagai kandidat kuat. Namun, pandangan kritis datang dari pengamat sepak bola Indonesia, Akmal Marhali, yang justru memperingatkan bahwa kembalinya pelatih asal Korea Selatan tersebut ke kursi kepelatihan dapat menimbulkan masalah yang lebih kompleks.
Baca Juga : Super League Pekan 10 Ditutup Dua Laga Krusial: Bhayangkara vs Persijap dan Big Match Persib vs Persis
Pandangan ini disampaikan Akmal Marhali, yang juga Koordinator Save Our Soccer (SOS), dalam sebuah diskusi publik bertajuk “Timnas Indonesia” di Jakarta Selatan, Selasa (28/10/2025).
Risiko Kegagalan dan Tekanan Publik yang Masif
Akmal Marhali secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap gagasan memulangkan STY dalam situasi saat ini. Menurutnya, momentum comeback yang didorong oleh euforia penggemar justru berbahaya.
“Saya berbeda dengan Bang Andre (Rosiade) soal mengembalikan STY. Kembalinya STY, menurut saya, dengan situasi yang saat ini lagi ramai, di mana terlalu masifnya penggemar STY untuk mendorong STY, saya pikir bukan solusi,” kata Akmal.
Akmal melihat risiko besar di balik kepopuleran tersebut. Jika STY kembali dan gagal memenuhi ekspektasi yang sudah terlampau tinggi dari publik, reputasi yang telah ia bangun selama menukangi Timnas di periode sebelumnya akan jatuh.
“Bahkan akan jadi masalah, walaupun misalnya para Exco menginginkan itu. Tetapi kan dia akan jadi… nantinya kalau kemudian gagal, nama dia yang sudah bagus di Indonesia jadi jatuh,” tambahnya, menyoroti bahwa kembalinya STY di tengah tekanan masif berpotensi merusak warisannya sendiri.
Kriteria Pelatih Ideal: Mencari ‘Hoki’ Bukan Hanya Nama Besar
Menawarkan solusi alternatif, Akmal Marhali menguraikan kriteria pelatih Timnas Indonesia yang ideal, yang menurutnya tidak selalu harus memiliki nama besar atau bergaji fantastis. Kriteria utamanya adalah faktor yang disebutnya sebagai “hoki”.
“Kalau saya kan tadi saya bilang bahwa cari pelatih yang bukan punya nama besar, bukan karena gaji besar, bukan karena kedekatan, tapi pilih pelatih yang punya hoki,” ungkap Akmal.
Ia menjelaskan bahwa “hoki” ini merujuk pada keberuntungan atau momentum yang tepat untuk membawa Timnas meraih prestasi, bukan sekadar riwayat karier yang cemerlang.
Dua Poin Kunci untuk Pelatih Baru:
- Hoki dan Prestasi: Memprioritaskan pelatih yang memiliki rekam jejak dalam mencapai hasil di momen krusial, terlepas dari seberapa besar nama atau gaji mereka.
- Dedikasi Penuh Waktu: Akmal menekankan pentingnya pelatih yang bekerja 24 jam untuk sepak bola Indonesia dan tinggal di dalam negeri. Hal ini penting agar pelatih dapat secara langsung memantau perkembangan dan performa pemain-pemain Indonesia yang berlaga di kompetisi domestik, memastikan proses seleksi dan pelatihan berjalan optimal.
Integrasi Pelatih Lokal untuk Jembatan Budaya
Terakhir, Akmal Marhali menyoroti pentingnya komposisi staf pelatih yang ideal. Ia meminta PSSI untuk memastikan agar asisten pelatih yang mendampingi pelatih kepala asing nantinya berasal dari Indonesia.
Kehadiran asisten pelatih lokal ini dinilai krusial sebagai “jembatan budaya” yang dapat menengahi perbedaan kultur dan komunikasi antara pelatih asing dan para pemain, sehingga menciptakan suasana tim yang lebih harmonis dan adaptif. Keputusan PSSI terkait kursi pelatih kepala Timnas Indonesia berikutnya kini dinanti, di mana mereka harus menimbang antara tekanan publik dan analisis risiko profesional yang disampaikan oleh para pengamat.

